Jumat, 10 Januari 2014

MUHAMMADIYAH

A.    SEKILAS TENTANG MUHAMMADIYAH
            Organisasi Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Zulhijjah 1330 H, atau bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1912, oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan, yang nama aslinya adalah Muhammad Darwisy di Kauman Yogyakarta.[1] Nama Muhammadiyah mengandung pengertian sebagai sekelompok orang yang berusaha mengidentifikasikan dirinya atau membangsakan dirinya sebagai pengikut, penerus, dan pelanjut perjuangan dakwah Rasul dalam mengembangkan tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, Muhammadiyah dimaksudkan sebagai organisasi yang gerak perjuangannya ditujukan untuk mengembangkan suatu tata kehidupan masyarakat sebagaimana dikehendaki Islam. Usaha-usaha dilakukan berdasarkan pola dasar yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad Saw.[2]
            Ada dua faktor yang mendorong lahirnya Muhammadiyah, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern tersebut antara lain adanya praktik kehidupan beragama yang sudah dianggap menyimpang dari ajaran agama yang sebenarnya menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, keadaan sosial ekonomi sebagian umat Islam yang sangat rendah sebagai akibat dari Kolonialisme Belanda. Tidak adanya suatu organisasi Islam yang kuat yang akan memperjuangkan nasib umat Islam. Sistem pendidikan pondok yang ada, tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Sedangkan faktor-faktor ekstern antara lain sifat kolonialisme Belanda yang tidak memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia. Aktivitas-aktifitas misi Kristen yang sepenuhnya mendapat bantuan dari Belanda.[3]
            Usaha dan kegiatan Muhammadiyah antara lain :
1.    Mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia, sejak taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi yang memberikan pelajaran umum sebagaimana sekolah-sekolah negeri di samping pelajaran agama Islam. Pada zaman penjajahan, Muhammadiyah  mempelopori mendirikan sekolah-sekolah yang sama dengan  yang didirikan oleh Belanda sebagai tandingan. Bedanya ialah pada sekolah Muhammadiyah dimasukkan pelajaran agama dan sistem penerimaan siswa tidak ada pembatasan bangsawan atau rakyat jelata. Sedangkan sekolah yang didirikan oleh Belanda tidak semua orang bisa memasukinya, sebab adanya pembatasan-pembatasan.
            Sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah pada masa itu diantaranya Bustanul A’fal (taman kanak-kanak), Sekolah kelas dua, HIS, MULO, Sekolah Guru (Kweekschool) dan AMS. Di samping itu, didirikan pula sekolah-sekolah agama seperti Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mu’allimin (setaraf dengan SLTA), Kulliyatul Mubalighin (Kuliyah Mubaligh) dan lain-lain.
            Sampai sekarang sekolah-sekolah Muhammadiyah berkembang lebih pesat lagi, menunjang usaha pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Diniyah, TK, SD, SMP, SMA, SMEA, SPG, SMOA, SK, KP, SKKA, IKIP, Universitas dan lain-lain, di seluruh pelosok Indonesia. Dan sebagian sekolah-sekolah tersebut mendapatkan bantuan dan subsidi dari pemerintah.
2.    Mendirikan Rumah sakit, poliklinik-poliklinik, tempat-tempat pemeliharaan yatim piatu, penolong kesengsaraan umum dan usaha-usaha lain bagi kesejahteraan umat.
3.    Menggiatkan dan memperluas dakwah Islam, pengajian-pengajian, mendirikan masjid-masjid dan mushola, madrasah-madrasah, pesantren, menyebarluaskan bacaan agama serta bimbingan dan penyuluhan dalam pengalaman ajaran agama.
4.    Menggiatkan pembinaan di kalangan kaum wanita, remaja, anak-anak, dengan mengadakan bagian wanita (Aisyiyah), kepemudaan dan kepramukaan.[4]
              Kegiatan lain dalam bentuk kelembagaan yang berada di bawah organosasi Muhammadiyah ialah :
1.    Hizbul Wathan, berupa gerakan kepanduzn Muhammadiyah yang dibentuk pada tahun 1918 oleh KH. Ahmad Dahlan.
2.    Majlis tarjih, yang didirikan atas dasar keputusan Kongres Muhammadiyah di Pekalongan pada tahun 1927. Fungsi majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu yang dipertikaikan oleh masyarakat muslim.[5]

B.     AMAL USAHA MUHAMMADIYAH DALAM BIDANG PENDIDIKAN
1.   Dasar dan Fungsi Lembaga Pendidikan
           Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah, adalah :
a.       Tajdid, ialah kesediaan jiwa berdasrkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan cara berbuat yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan.
b.      Kemasyarakatan. Antara individu dan masyarakat supaya diciptakan suasana saling membutuhkan. Yang dituju ialah keselamatan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
c.       Aktivitas. Anak didik harus mengamalkan semua yang diketahuinya dan menjadikan pula aktivitas sendiri sebagai suatu keseluruhan.
d.       Kreativitas, yaitu si anak didik harus mempunyai kecakapan atau keterampilan dalam menentukan sikap yang sesuai dan menetapkan alat-alat yang tepat dalam menghadapi situasi-situasi baru.
e.       Optimisme, yaitu si anak didik harus yakin bahwa dengan keridhaan Tuhan, pendidikan akan dapat membawanya kepada hasil yang dicita-citakan, asal dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab, serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang menyimpang dari segala sesuatu yang digariskan oleh agama Islam.
Sedangkan lembaga pendidikannya berfungsi sebagai berikut :
a.       Alat dakwah ke dalam dan luar anggota-anggota Muhammadiyah. Dengan kata lain, untuk seluruh anggota masyarakat.
b.      Tempat pembibitan kader; yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif, sesuai dengan kebutuhan Muhammadiyah khususnya, dan masyarakat Islam pada umumnya.
c.       Gerak amal anggota; penyelenggaraan diatur secara berkewajiban terhadap penyelenggaraan dan peningkatan pendidikan itu, dan akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah.[6]
2.   Penyelenggaraan Pendidikan Islam
            Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah merupakan organisasi massa Islam terdepan dan terbesar dibandingkan dengan organisasi yang lainnya. Bagi Muhammadiyah, pendidikan mempunyai arti penting, karena melalui bidang inilah pemahaman tentang ajaran agama Islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika program nyata yang paling awal dilakukan oleh Muhammadiyah adalah mengembangkan pendidikan. Di bidang ini, paling tidak ada dua segi yang menjadi sasaran pembaruan, yaitu cita-cita dan teknik pengajaran. Dari segi pertama KH. Ahmad Dahlan menginginkan bahwa cita-cita pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia Muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Sedangkan pembaruan segi yang kedua berkaitan dengan cara-cara penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem Barat dan sistem pendidikan tradisional,  Muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri seperti sekolah model Barat, tetapi dimasukkan materi pelajaran agama di dalamnya, sedangkan sekolah agama dengan menyertakan pelajaran sekuler. Dalam penyelenggaraannya, proses belajar mengajar tidak lagi diadakan di masjid atau langgar, tetapi di gedung yang khusus, yang dilengkapi dengan meja, kursi dan papan tulis, sehingga tidak lagi duduk di lantai.[7]
            Pada tahun 1928, Muhammadiyah mendirikan Standard School dan Wustho di tiap cabang. Penyeragaman Rencana Pelajaran (Kurikulum di sekolah-sekolah Muhammadiyah mulai dicanangkan tahun 1929. Satu tahun kemudian ditetapkan hari Jum’at sebagai liburan mingguan, bulan puasa sebagai libur tahunan, dan bulan Syawal sebagai awal tahun ajaran.
            Sekolah kejuruan sperti pertanian, pertukangan, dan perdagangan ditetapkan sebagai program sejak tahun 1931. Mengadakan kursus guru pada tahun 1932 dan mendirikan HIK Muhammadiyah pada tahun 1930.
            Khusus mengenai penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah pemerintah, tahun 1926 Muhammadiyah mulai berusaha menyelenggarakan pendidikan agama di sekolah Gubernemen atau pemerintah. Untuk itu kemudian Muhammadiyah mengusulkan agar pendidikan agama dilaksanakan di semua tingkatan sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi.[8]
3.    Perkembangan Amal Usaha Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan
            Perkembangan amal usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah sangat cepat. Dalam tahun 1925, kegiatan-kegiatan organisasi ini dalam bidang pendidikan meliputi 8 Hollands Inlandse School, sebuah sekolah guru di Yogyakarta, 32 buah sekolah dasar lima tahun, sebuah Shakelschool, 14 madrasah, seluruhnya dengan 119 orang guru dan 4000 murid.[9]
            Diantara sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan besar jasanya ialah :
a.    Mu’allimat Muhammadiyah
            Pada tahun 1912, murid-murid standaar-school yang berjumlah 10 orang dididik di serambi rumah Kyai Ahmad Dahlan yang disebut orang Qismu Al-Arqa (Hogere School atau sekolah  Menengah Tinggi). Langkah Kyai Ahmad Dahlan ini diamati sebagai pola pengajaran perpaduan antara model tradisional dengan model modern.
              Pada masa awal berdirinya Qismu Al-Arqa sederhana dan belum mapan. Seringkali pindah dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Semula pendidikan ini bertempat di serambi rumah Kyai Ahmad Dahlan kemudian dipindah ke rumah Haji Abdul Majid (Kauman), rumah Haji Mukri (di muka rumah sakit PKU), pindah lagi ke Suryobrantan (di muka gedung PGA Putri) dan tahun 1927 berpindah ke Kauman. Setelah mendapat tanah dibangunlah gedung beserta asramanya di kampung Ketanggungan.
              Qismu Al-Arqa pernah berganti nama menjadi Kweekschool (Sekolah Persemaian Guru) Muhammadiyah tahun 1912 dengan KH. Siraj Dahlan sebagai Direkturnya. Dalam langkah berikutnya dibentuk CPR KWM (Commite Pembangunan Rumah Kweekschool Muhammadiyah). Organisasi dan tata cara penyelenggaraan sekolah diatur secara modern yang belum pernah dilakukan oleh sekolah-sekolah agama sebelumnya. Institusi ini memberikan kesempatan kepada perempuan khususnya untuk belajar dalam sistem co-education, di mana murid laki-laki belajar bersama-sama dengan murid perempuan dalam satu kelas.
              Setelah berganti nama menjadi Kweekschool Muhammadiyah diadakan pemisahan menjadi Kweekschool Muhammadiyah putra yang kemudian menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah yang bertempat di Ketanggungan dan Kweekschool bagian putri. Bagian putri pada awalnya dipimpin oleh R. Haji Majid tahun 1923 bertempat di Ngampilan dan tahun 1924 pindah ke Ngupasan. Memasuki kepemimpinan R. Haji Jalal tahun 1927, Kweekschool bagian putri ini diganti nama Kweekschool Istri Muhammadiyah, bertempat di rumah Haji Ali, lalu pindah ke Notoprajan pada tahun 1928. Madrasah Mu,allimat Muhammadiyah ini mengalami perpindahan berkali-kali dari dapur rumah Kyai Ahmad Dahlan ke rumah Haji Syuja’ kemudian ke Ngampilan, Ngupasan, Kauman (rumah Haji Marju’) kemudian pindah lagi ke rumah Haji Ali dan akhirnya pindah ke Notoprajan sampai sekarang. Pada tahun 1930, Kweekschool Istri berganti nama menjadi Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah, berdasarkan Kongres Muhammadiyah ke-23, tanggal 19-25 Juli 1934 di Yogyakarta. Dinyatakan dalam keputusan tersebut bahwa Madrasah Muhammadiyah adalah tempat salah satu sekolah kader persyarikatan tingkat menengah yang diadakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang memiliki tujuan sebagai berikut.
1.    Mencapai tujuan Muhammadiyah
2.    Membuat calon kader Muhammadiyah
3.    Menyiapkan calon pendidik, ulama dan zu’ama yang berkemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan.
     Setelah ditetapkan sebagai Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah, mulai tahun 1932 kepemimpinan dipegang oleh Kyai A. Badawi.
     Pada saat kepemimpinan Drs. Hamdan Hambali secara perlahan dilakukan penataan yang cukup mendasar sekaligus penyesuaian perkembangan sains dan teknologi yang semakin cepat. Pada awalnya inisiatif didirikannya lembaga Muhammadiyah khusus putri ini secara tidak langsung berkaitan dengan perkembangan strategi Aisyiyah, yang dalam kongres Muhammadiyah ke-23 sudah mencakup amaliah dan urusan sekolah/pengajian, di samping urusan Nasyiah, urusan tabligh, urusan Wal Al- Ashari dan urusan Dzahirah. Pendidikan yang dicita-citakan di masa depan bagi kaum putri tidak hanya dalam bentuk pondok atau asrama, namun mulai dikembangkan dalam bentuk sekolah. Oleh karena itu, Madrasah Muhammadiyah memadukan pola Pondok (asrama) dengan sekolah-sekolah modern yang meliputi kurikulum dan budaya pembinaan mental.
     Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana yang telah yang telah dirumuskan dalam Qaidah Madrasah, maka pengembangan Madrasah ini diarahkan kepada hal-hal berikut.
1.    Kurikulum
            Kurikulum Madrasah Mu’allimat merupakan perpaduan antara kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah dengan kurikulum Mu’allimat. Dengan perpaduan dua sistem kurikulum tersebut, menjadikan lulusan Mu’allimat mampu melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi, baik umum maupun agama, dengan tetap memandang sebagai kader Muhammadiyah dan Aisyiyah. Peningkatan kemampuan berbahasa asing, baik bahasa Inggris maupun bahasa Arab, juga diberi perhatian dengan menempatkan bimbingan bahasa setiap asrama yang dikelola oleh madrasah.
2.    Program Asrama
                 Asrama sebagai unit terpadu, merupakan sistem pendidikan ini. Madrasah Mu’allimat dengan menekankan pendidikan dari segi pembinaan kepribadian dan kedisiplinan (efektif dan psikomotorik), yakni dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang diterima melalui pendidikan formal di sekolah.
                    Dengan adanya sistem asrama ini, maka tujuan terbentuknya siswi berjiwa takwa, memiliki akhlak karimah, jiwa kepemimpinan yang memiliki kemandirian, bertanggung jawab, dan menjadi uswatun hasanah  di tengah masyarakat, akan menjadi instrumen penting, baik bagi lingkungan sosialnya maupun lingkungan materialnya.
                 Madrasah Mu’allimat memiliki dua bentuk asrama, yaitu asrama resmi dan asrama tidak resmi. Asrama resmi adalah asrama yang dikelola oleh madrasah, baik milik sendiri maupun wakaf atau menyewa. Penanggung jawab asrama adalah seorang guru yang ditunjuk. Sedangkan asrama yang tidak resmi adalah asrama milik pribadi yang diselenggarakan oleh seorang guru madrasah atau seorang tokoh masyarakat yang diberi kepercayaan untuk melaksanakan tugas-tugas pendidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain keberadaan asrama yang cukup berpengaruh bagi penciptaan lingkungan belajar yang kondusif, juga memiliki perpustakaan, pelayanan bimbingan, dan penyuluhan.
3.    Perkaderan
            Pendirian Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah dimaksudkan sebagi garda depan (Kawah Candradimuka) bagi kader-kader putri Islam untuk berkreasi dan beraktivitas. Di samping itu juga memberikan ruang, waktu, pembinaan, pengkaderan yang intensif, dan integratif.[10]
b.    Mu’allimin Muhammadiyah
                 Madrasah ini merupakan Madrasah Muhammadiyah yang tertua dan bersejarah. Mula-mula madrasah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1920 dengan nama Qismul Arqa, kata itu sering disebut Hogere School yang berarti Sekolah Menengah Tinggi. Sebagi tempat belajar digunakan ruang makan sekaligus dapur rumah keluarga KH. A. Dahlan. Muridnyapun terbatas dari kampung Kauman dan sekitarnya.
                 Pada tahun 1921 Qismul Arqa berganti nama menjadi Kweekschool Islam. Sejak berubah menjadi Kweekschool, jumlah murid bekembang pesat. Apalagi pada tahun 1930-an ketika cabang-cabang Muhammadiyah telah banyak berdiri  di hampir seluruh pelosok tanah air, Madrasah Mu’allimin mulai menampung murid-murid dari luar Jawa. Hal itu tidak terlepas dari kehendak para pengurus Muhammadiyah di daerah-daerah untuk memiliki dan menempa kader-kader mereka yang dipersiapkan sebagai guru, mubaligh, dan pemimpin Muhammadiyah. Tampaknya inilah yang mendorong Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah untuk menciptakan kader-kader guru, mubaligh, dzuama’ dan dzaimat.
                 Pada tahun 1980, saat direktur madrasah dijabat oleh H. M. S. Juraimi, madrasah ini melakukan pembaruan orientasi pendidikan yang diarahkan pada perpaduan antara kebutuhan Persyarikatan dan kebutuhan masyarakat. Maka langkah perkembangan Mu’allimin mempunyai tiga ciri pokok :
1.    Memasukkan kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah ke dalam kurikulum Mu’allimin
2.    Memberlakukan sistem yang bertumpu pada konsep life long-education
3.    Intensifikasi pendidikan dwi bahasa, yakni bahas Inggris dan bahasa Arab.
            Pada tahun 1987, saat Direktur Mu’allimin dijabat oleh Drs. H. Sri Satoto, perubahan orientasi ini memperoleh bentuk ketika dilakukan resistemasi program pendidikan. Ciri penting pada langkah ini adalah kebijakan merekayasa suatu paket terpadu yang menyangkut materi Al-Islam dan Kemuhammadiyahan dengan pendekatan kurikulum silang. Perpaduan antara kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di satu pihak dengan kurikulum Mu’allimin di pihak lain diperkaya dengan referensi kitab kuning. Proses inilah yang berlangsung sampai saat ini.[11]


C.      AMAL USAHA MUHAMMADIYAH DALAM BIDANG SOSIAL
            Dalam bidang kemasyarakatan, usaha yang dilakukan Muhammadiyah yaitu dengan mendirikan berbagai rumah sakit, poliklinik, rumah yatim-piatu, yang dikelola melalui lembaga-lembaga, bukan secara individual sebagaimana yang dilakukan orang pada umumnya di dalam memelihara anak yatim-piatu. Usaha pembaruan dalam bidang sosial kemasyarakatan ini ditandai dengan didirikannya Pertolongan Kesengsaraan Oemoem (PKO) pada tahun 1923. Ide dibalik pembangunan dalam bidang ini karena banyak diantara orang Islam yang mengalami kesengsaraan. Hal ini merupakan kesempatan kaum muslimin untuk saling menolong.[12]
            Jumlah amal usaha Muhammadiyah dalam bidang sosial berdasarkan data yang terhimpun di Sekretariat kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 2004, yakni (1) Panti asuhan (338 buah); (2) Panti jompo (54 buah); (3) Asuhan keluarga (54 buah); (4) Rehabilitasi cacat (82 buah).[13]


PENUTUP

Kesimpulan
1.      Organisasi Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah dimaksudkan sebagai organisasi yang gerak perjuangannya ditujukan untuk mengembangkan suatu tata kehidupan masyarakat sebagaimana dikehendaki Islam. Usaha-usaha dilakukan berdasarkan pola dasar yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad Saw. Ada dua faktor yang mendorong lahirnya Muhammadiyah, yakni faktor intern dan faktor ekstern.
2.      Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan dan pendidikan  yang terpenting di Indonesia. Muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri seperti sekolah model Barat, tetapi memasukkan materi pelajaran agama di dalamnya, sedangkan sekolah agama dengan menyertakan pelajaran sekuler. Seiring dengan berkembangnya organisasi Muhammadiyah dengan jumlah anggotanya yang semakin meningkat bertambah pula jumlah sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah meningkat setiap tahunnya. Diantara sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan besar jasanya ialah Mu’allimat Muhammadiyah dan Mu’allimin Muhammadiyah.
3.      Selain dalam bidang pendidikan, amal usaha Muhammadiyah dalam bidang sosial juga berkembang. Usaha yang dilakukan Muhammadiyah yakni dengan mendirikan Pertolongan Kesengsaraan Oemoem (PKO), membangun rumah sakit, poliklinik, panti jompo, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama. Ensiklopedi Islam. Jakarta : CV. Anda Utama.
Mulkhan, Abul Munir. Pemikiran K. H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta : Bumi Aksara, 1990.
Wahab, Rochidin. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (SPII). Bandung : Alfabeta, 2004.
Yusuf, Yunan, dkk. Ensiklopedi Muhammadiyah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1999.



[1] Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 250.
[2] Abul Munir Mulkhan, Pemikiran K. H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), 4-5.
[3] Departemen Agama, Ensiklopedi Islam (Jakarta : CV. Anda Utama), 789.
[4] Rochidin Wahab FZh, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (SPII) (Bandung : Alfabeta, 2004), 24.
[5] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelmbagaan Agama Islam, 1986), 176.
[6] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1999), 100.
[7] Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 253.
[8] Abul Munir Mulkhan, Pemikiran K. H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), 112.
[9] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), 176.
[10] Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 245.
[11] Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 247.
[12] Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 253.
[13] Ibid., 255.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar